Pages

Saturday, April 17, 2010

Wong Fei Hung – Ulama, Ahli Perubatan, dan Ahli Beladiri terkemuka Islam




Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film “Once Upon A Time in China”.Dalam filem itu, karakter Wong Fei Hung dimainkan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li.
Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung? Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Perubatan, dan Ahli Beladiri legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China. Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga imej kekuasaan Komunis di China.
Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais.Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab- kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong. Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan tabib ahli ilmu perubatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki sebuah klinik perubatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong).
(Harus di ingat gelaran fei ini juga merujuk kepada orang-orang cina muslim di negara kita seketika dahulu,ie, kumpulan Hai San di Perak).
Wong Kay-Ying merupakan seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi.Ketinggian ilmu beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari Sepuluh Macan(Harimau)Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari diwariskannya kepada Wong Fei Hung.Kombinasi antara pengetahuan ilmu perubatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Kerana itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati keluarga Wong.
Pesakit klinik keluarga Wong yang meminta bantuan perubatan umumnya berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar kos perubatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pesakit yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah memilih bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu tanpa pilih kasih. Secara rahsia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’in yang rasuah dan penindas.
Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama Islam.Wong Fei-Hung mula mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarnya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung berjaya melahirkan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang menjadi lagenda.
Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan, dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, abang seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang terlepas dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch’in pada 1734.Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea).
Jika saja pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepun),pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun itu nescaya akan berjaya mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli perubatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berjaya mengembangkannya menjadi lebih maju.
Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan Khusus. Selain dengan tangankosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata.
Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat berjaya menewaskan lebih dari 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan kejamdi Canton yang mengeroyoknya karana ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton .
Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena isteri-isterinya meninggal dalam usia pendek. Setelah isteri ketiganya meninggal, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan
juga ahli beladiri. Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan suaminya.Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin(tertindas) yang tidak pernah gentar membela kehormatan mereka. Siapapun
dan berapapun jumlah orang yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan keberanian yang dimilikinya.
Wong Fei-Hung meninggal dengan meninggalkan nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu pilihan hidup yang diberikan Allah
kepada seorang muslim selain mati Syahid. Semoga segala amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt dan semoga segala kebaikannya menjadi teladan bagi kita, generasi muslim yang hidup setelahnya. Amiin.
(Tidak menghairankan sekiranya Manchu sebagai maharaja terakhir China di gambarkan sesegitu rupa bagi menghalalkan kerajaan komunis sediaada di China)

Saturday, April 3, 2010

Shenzhen

Shenzhen (Chinese: 深圳市; pinyin: Shēnzhèn Shì; IPA: [ʂən˥˥ t͡ʂən˥˩]) is a city of sub-provincial dministrative
status in southern China's Guangdong province, situated immediately north of Hong Kong. Owing to China's economic liberalization under the policies of reformist leader Deng Xiaoping, the area became China's first—and arguably one of the most successful—Special Economic Zones.

Shenzhen's novel and modern cityscape is the result of the vibrant economy made possible by rapid foreign investment since the late 1970s, when it was a small fishing village. Since then, foreign nationals have invested more than US$30 billion for building factories and forming joint ventures. It is now reputedly one of the fastest growing cities in the world.[2] Being southern mainland China's major financial centre, Shenzhen is home to the Shenzhen Stock Exchange as well as the headquarters of numerous high-tech companies. Shenzhen is also the second busiest port in mainland China, ranking only after Shanghai.[citation needed] 

History

Earliest known ancient records that carried the name of Shenzhen date from 1410 during the Ming Dynasty. Local people called the drains in paddy fields “zhen” (圳). Shenzhen (深圳) literally means “deep drains” as the area was once crisscrossed with rivers and streams, with deep drains within the paddy fields. It became a township at the beginning of the Qing Dynasty, and was subsequently renamed to Xin’an and Bao’an.[3]

The one-time fishing village of Shenzhen was singled out by the late Chinese paramount leader Deng Xiaoping to be the first of the Special Economic Zones (SEZ) in China. It was formally established in 1979 due to its proximity to Hong Kong, then a prosperous British territory. The SEZ was created to be an experimental ground for the practice of market capitalism within a community guided by the ideals of "socialism with Chinese characteristics".[4]
The location was chosen to attract industrial investments from Hong Kong since the two places are near each other and share the same culture.[citation needed] The concept proved successful, propelling the further opening up of China and continuous economic reform. Shenzhen eventually became one of the largest cities in the Pearl River Delta region, which has become one of the economic powerhouses of China as well as the largest manufacturing base in the world.
Shenzhen, formerly known as Bao'an County (宝安县), was promoted to prefecture level, directly governed by Guangdong province, in November 1979. In May 1980, Shenzhen was formally nominated as a "special economic zone", the first one of its kind in China. It was given the right of provincial-level economic administration in November 1988.

Shenzhen is the earliest of the five special economic zones in China. Deng Xiaoping is usually credited with the opening up of economic revival in China, often epitomized with the city of Shenzhen, which benefited the most from the policies of Deng.

For five months in 1996, Shenzhen was home to the Provisional Legislative Council and Provisional Executive Council of Hong Kong.

Geography

The boomtown of Shenzhen is located in the Pearl River Delta, bordering Hong Kong to the south, Dongguan to the north and northwest, and Huizhou to the north and northeast. The municipality covers an area of 2,050 km² (790 sq. miles) including urban and rural areas, with a total population of 8,615,500, at the end of 2007. Among those, 2,123,800 had legal permanent residence.

Shenzhen was originally a hilly area, with fertile agrarian land. However, after becoming a special economic zone in 1979, Shenzhen underwent tremendous change in landscape. The once hilly fishing village is now replaced by mostly flat ground in downtown area, with only Lianhua Shan (Lotus Hill), Bijia Shan (Bijia Mountain) and Wutong Shan the only three places that have some kind of elevation viewed from satellites. With the influx of emigrants from inland China, Shenzhen is experiencing a second stage boom, and it is now expanding peripherally and the hills in surrounding areas such as Mission Hills are now being toppled over to make land for more development.

Shenzhen is located on the border with the Hong Kong SAR across the Sham Chun River and Sha Tau Kok River, 100 km southeast of the provincial capital of Guangzhou, and 60 km south of the industrial city of Dongguan. To the southwest, the resort city of Zhuhai is a 60 km away.